“This writing for you all who had ‘meragui’ me”
|
Belive with bisharah. Someday will together until in jannah. Keep our self now. |
Ya, Aku manusia Biasa
Kuakui masih punya rasa suka terhadap lawan jenis. Karena aku memang
normal, tak seperti kebanyakan orang menuduhku dulu semasa SMA (mungkin hanya saja
aku telat pubernya). Tapi sungguh, aku karakter yang berbeda. Tak mudah hatiku
tertambat pada siapa saja. Tak cukup ia seorang pria tampan, berprestasi dan
mapan. Jauh dari itu, sosok yang bisa mengistimewa di dalam hatiku ialah hanya
bagi lelaki yang ‘membawa’ tiket ke
syurga. Dengan keshalihan, akhlak dan ilmunya, ia senantiasa akan senang hati
mengingatkanku the way to heaven. Tipe yang seperti ini tak banyak kudapatkan
di lapangan bahkan jarang sekali. Kebanyakan adalah tipe lelaki penggalau.
Sebuah Bisharah cinta tentang ‘My Fatih’
Lagi-lagi kukatakan, aku memang berbeda dan sedikit istimewa. Tudepoin
saja,ada satu nama yang slalu bergentayangan di hatiku, Muhammad al-Fatih 1453.
Aku sudah begitu mencintainya. Mungkin jauh-jauh hari sebelum ustaz Felix Siaw
masuk Islam dan menuliskan buku tentangnya. Sosoknya seperti terbangun dalam
hayalan dan alam bawah sadarku. Kusebut ia bisharah cintaku. Aku percaya pada
janji Allah, sebuah bisharah tentang “the
best women for the best man”. Aku mengimpikan suatu saat akan menjadi
permaisuri dari seorang Al-Fatih. Ya, Al-Fatih masa kini. Mulailah aku
melakukan pemantasan-pemantasan diri.
Aku tau kisah Al-Fatih, ia seorang pemuda yang cerdas, kaya akan prestasi,
percaya diri, shalih, dan yang buat aku
jatuh cinta ialah kefokusannya pada impian besarnya, menaklukkan Kontanstinopel
dan Roma. Mungkin saat pemuda seusianya tersibukkan dengan urusan percintaan
remaja yang indah sesaat, namun sakit slamanya, ia tak tergoda dengan nikmat
duniawinya.
Sosok ‘my Fatih’ memang tak nyata, itupun hanya aku yang merasa. Sedikitnya
pernah kucerita pada teman akrabku dulu, Maria. Mungkin aku akan dianggap
menyerempet ke gila. Terserah apa kata mereka. Yang kurasa adalah... ketika
hatiku hendak tertambat pada seorang pria, maka ia datang dalam bentuk
bayangan, banyangan yang tak jelas rupa wajahnya. Seolah ia mengatakan, “Syu,
aku akan sangat cemburu.” Atau, “Syu, aku lebih dari itu. Aku Tak sebanding
dengannya. Jaga hatimu untukku Syu.”
Saat Peluang Kecurangan datang
“De’, kita makan
yok?” Ajak seorang lelaki tampan, dengan pembawaannya yang tenang dan
berwibawa. Ia lelaki baik, bersama satu
orang sahabatnya yang baru saja berkenalan denganku tanpa sengaja di arena
pertandingan Mahasiswa se-Indonesia, di kampung Rumah Dunia seorang penulis
best seller. Belakangan aku tau bahwa ia
“ustad” muda dikalangan salah satu organisasi besar pengkaderan da’i di
kotanya. Mungkin banyak gadis yang mengidolakannya. Jika jujur, normalnya hatiku
pun berdegup kencang, sambil memohon dikuatkan sama Allah. Ini salah satu ujian
yang harus kulewati.
“Maaf ya Kak, adat kami orang Aceh, wanita dilarang
berpergian dengan pria di malam hari.” Kuatur kata-kata jangan sampai menyakiti
hati orang lain, namun tetap bisa menjaga istiqomahku. Sengaja tak kutakan
dalil agama, karena kuterka ia lebih menguasainya dariku. Lelaki ini, hanya aku
dan Juw (adik juniorku di fakultas) yang kenal. Saat itu, ada keperluan mendesak
dan harus meminta pertolongannya, ba’da magrib itu aku meminta Juw menemaniku
berjumpa dengannya. Padahal saat itu aku bisa saja memilih mengiyakan saja ajakannya.
Kan, bisa diajak Juw, jadinya kita bertiga. Pun, orang di Aceh takkan ada yang
tahu hal ini. Ah, entahlah, aku tak yakin dengan hatiku, apalagi hatinya.
Mungkin aku masih biasa saja tanpa ada rasa, tapi hatinya siapa yang tau?
Benar saja, saat ku sampaikan sebuah sms perpisahan. “Terima kasih atas
kebaikan Kak J dan Kak Z telah membantu kami selama di sini. Semoga Allah
membalas kebaikannya. Kami dalam perjalanan pulang ke Aceh. Sampaikan salam
Fira kepada Prof E.” Kurang lebih seperti itu pesanku. Lalu kumatikan Hp dengan perasaan ringan, tanda
tak lama lagi kami akan naik pesawat pulang. Saat sampai di Banda, kuhidupkan
lagi Hpku, banyak pesan berebut masuk duluan. Kubaca satu-persatu, hingga
sampai pada pesannya si Kak J, “Ngak tenang tidur malam ini.” Mungkin redaksi
bahasanya lain lagi, intinya ia ingin menyampaikan itu. Alamak, tak enak kali
hatiku. Tak kuhiraukan pesan yang ini. Ternyata ada pesan berikutnya yang baru
terkirim, “Sudah sampai di Aceh De’?” Tanyanya. “Alhamdulillah kami sudah
sampai dengan selamat,” balasku sekenanya.
Malam itu setelah
kutolak ajakannya, ia masih saja ingin menawarkan sesuatu, katanya “tanda
perpisahan”. Setelah urusanku selesai, dengan gaya sok sibuk dan terburu-buru
aku undur diri kembali ketempat penginapan kontingen Aceh di Hotel A, letaknya
paling ujung di belakang hotel. Tak lama masuk sms darinya lagi. “Dek Fira suka
Duren, gak?” Mau kubilang ngak suka, takut ngak enak pula. Walaupun sebenarnya
memang ngak suka sama sekali. “Ngak usah repot-repot, Kak,” balasku benar-benar
menjaga kata-kata. Selang beberapa menit ia
mengirim kembali sms,” Kedepan, ambil Duriannya nih.” Oalah, kucoba
menolak, tapi masih saja ia ngotot, mungkin maksud dia ingin melakukan suatu kebaikan.
Kuminta Dek Juw untuk kembali menemaniku. Masih dengan gaya sok buru-buru,
dengan alasan yang kubuat-buat ‘takut ketauan dosen ketua kontingen’ langsung
pergi setelah mengambil dua Duren yang bentuknya sangat menggoda untuk segera
dilahap itu. “Kak Syu, Juw nak lah Durian nih, tapi sikit ja.” Banyak pun juga
ngak papa, buat Dek Juw.
Singkat
cerita, satu durian aku hadiahkan untuk LO perempuan kontingen kami.
Alhamdulillah sampai sekarang ia masih ingat padaku, senangnya ia mau
memberikan untuk ibunya. Yang satu lagi ukurannya cukup besar kuberikan kepada
kawan-kawan kontingen, mereka bergadang dan makan bersama. Mungkin sampai
sekarang ngak ada yang tau asal mula Durian itu, hanya Juw. Tak sedikitpun aku
menyentuh Duriannya.
Saat-saat seperti
itu Al-Fatihku datang, dan bayangannya semakin kuat saja. Lalu berbisik padaku,
“Syu, jangan lakukan itu, aku akan sangat cemburu. Jaga dirimu hingga hari
perjumpaan kita.” Dengan mantap kujawap, “pasti!”
*Bahkan kehadirannya
terasa paling kuat saat aku berjuang meraih Medali Perak untuk membanggakan
Aceh, saat-saat hampir terjatuh, menangis dan sedih. “Karena aku istimewa, maka
kau juga harus memantaskan diri untuk berprestasi,” seolah jelassekali
kata-kata itu. (Mungkin kedepan akan ada pembahasan khusus tentang ini).
Sepertinya Surat An-Nur: 26 memang telah benar-benar tertanam dalam hatiku:
“best women for best men” Tak lepas
dari peran ustad TPAku “RF”. Sedari SD sampai SMA, ia slalu saja bercerita
tentang surat ini. Saking seringnya, sampai masuk ke alam bawah sadarku, bahkan
mendarah daging hingga terbawa ke mimpi-mimpiku.
Ia slalu saja datang dan seolah-olah menjagaku. Ia adalah beribu alasan
kenapa aku harus istiqomah. Aku menyebutnya tiket ke surga. Aku percaya
sosoknya akan datang dalam alam nyata. Ia seorang istimewa yang sudah Allah
gariskan bersama denganku, sebagai pembawa TIKET untukku ke syurga. Inilah
setinggi-tinggi impianku. Ia adalah alasan aku menjaga tanganku untuk tidak
bersalaman dengan lelaki ajnabi. Berat? Iya, untuk masa depan yang indah.
Tips Menjaga Hati ala Syu.
*Temukan
kekurangannya
Jika aku mulai mengagumi seseorang
maka, aku akan mencari-cari kekurangannya, agar rasa itu menghilang. Sambil
terus berdoa ditunjukkan jalan keluar sama Allah. Seringnya, dapat juga
kekurangan orang tersebut, entah masih bersalaman dengan wanita, atau sekedar
mengupdate status galau. Langsung deh, aku illfeel.
*Temukan kekurangan
diriku
Nah, saat mulai mengagumi suatu sosok dan tidak menemukan kekurangannya,
maka aku akan mencari kekurangan diriku. “Yah, Syu, kamu belum pantas untuknya.
Pantaskan diri dulu.” Rasa itu wajar dan normal, tapi yang paling penting
bagaimana mengelolanya secara positif. Akhirnya fokusku adalah memantaskan
diri, bahkan sampai tidak teringat lagi sama sosok itu.
Yang Tak Istimewa
Karena itu, jangan
ragukan hatiku... Hatiku takkan tertaut pada lelaki yang:
· -
Tak menjaga tangannya dari memegang
perempuan yang bukan mahramnya. Bahkan
ia bersalaman saja aku tak rela. Apalagi duduk bergoncengan atau saling
bersentuhan bahu saat berdiri. Hatiku terlalu cemburu untuk hal-hal itu.
· -
Melarangku untuk istiqomah dan
berkata, “kenapa harus dibuat ribet kali kog, soal salaman kan, bisa pakai
sarung tangan.”
· -
Ia yang menghina jenggot dan celana
cengkring tak Isbal ataupun sunnah-sunnah Rasul saw lainnya.
·
Dll, tak mukin kusebutkan semua, aku
pun masih merasa banyak kekurangan disana-sini. Hanya selalu berusaha untuk
selalu memperbaiki diri, always be better.
“Tangan yang menyentuh wanita lain.”
#Maaf, saya harus pakai poto ini untuk ilustasi.
#Tulisan ini aku dedikasikan buat orang-orang disekitarku.
Yang makin hari kian bertambah yang meremehkan hatiku, entah difitnah dengan si ini, si itu (masih wajar saja
sebenarnya, namanya juga wanita, "fitnah terbesar dalam Islam), bahkan buar yang selama ini merasa Ge-eR. Buat mereka yang ingin menjaga keistiqomahannya, buat
saudara-saudara, teman, adek-adek binaanku di RIAB, Baitul Ar-qam, Arabuah
(spesial for si Adek ‘ustazah’ di Indrapuri), bahkan anakku sendiri suatu hari
nanti. Doakanku dalam penantian bisharah itu terjadi. Dan dunia akan
menyaksikan sosok istimewa itu. Percaya dan menunggu janji Allah.