Rabu, 25 Maret 2015

Seulaweut Di Hati Rasul Dinanti

Denger Radio Seulaweut bareng Sahabat, tetap saling mengingatkan untuk mendengar kebaikan.

"Tetap di Radio Seulaweut 91,0 Fm nyaman di hati membuka cakrawala..." itulah pasword Radio Seulaweut yang sering diucapkan oleh seorang penyiar saat berlangsungsung proses siaran atau mengakhiri siarannya. Selalu terekam dalam ingatan saya.
Seulaweut (Aceh)  atau Selawat memang nyaman di hati. Bagaimana tidak, hal ini merupakan janji Allah bagi hamba-hambanya. Kata yang berasal dari bahasa Arab ini mempunyai arti doa atau pujian. Selawat Allah SWT ialah pujian-Nya di sisi para malaikat. Selawat malaikat ialah doa memohon tambahan gandaan pahala. Dan selawat orang mukmin ialah berdoa memohon supaya Allah SWT melimpahkan rahmat, menambahkan kemuliaan, kehormatan dan kepujian kepada penghulu kita Nabi Muhammad SAW.
Mendengar kata Seulaweut aja sudah membuat kita ingat kepada Rasul SAW. Bagi orang Aceh kata itu memang identik dengan lelaki pembawa lentera Islam ini. Begitupun jika ingat kata kedua di belakang Radio Seulaweut, In syaa Allah teringat pula untuk berselawat. Termasuk selawat dalam arti yang luas. Memuji Allah dan Rasulnya, teringat dengan ajaran yang dibawakannya, akhlak terpuji, muslim yang menjaga hijab, muslim yang tangguh, serta berbagai inspirasi lainnya. Nah, hal ini sangat sesuai dengan program-program yang bernafaskan islami yang disajikan oleh kumpulan kru yang kreatif dari Radio satu ini. Mulai dari program “Renungan” sampai  program“Dinar”, semua berkisah tentang teladan oleh Rasul  dan para sahabatnya. Apalagi program yang membekas dalam ingatan saya “Cermin Hati”, yang alhamdulillah banyak mendapat motivasi dan perubahan karakter diri  ke arah lebih positif. Benar-benar membuka cakrawala. Syukurnya lagi hubungan dengan sekitar lebih baik, kalau ada yang bertanya tentang wawasan keislaman lebih punya bahan untuk berdiskusi. Makasih Radio Seulaweut.
Ngomongin soal krunya juga asik banget. Bagi saya, mereka lebih dari sekedar penyiar atau bahasa kerennya “pendakwah” kali ya. Kalau pendengar seperti kita disapa Sahabat Seulaweut, maka beberapa diantara mereka benar-benar menjadi sahabat buat saya. Sesekali melakukan diskusi langsung dan jumpa fans, seperni Sanu Firdausi, yang kata-katanya hampir selalu bijaksana, Maria Effi Yana dan Khansa Tsuraya, kita sering curhat bareng.  Benar-benar sahabat yang menginspirasi, berbagi, saling menolong dan menjaga silahturrahmi, itulah aplikasi  dari ajaran Rasul yang mulia. Tak sekedar kata yang mengudara, namun terlaksana jua di alam nyata.
Semua tentang Radio Seulaweut selalu di hati. Semoga terus istiqomah menginspirasi menyambungkan tugas para ambiya, menyebarkan ajaran Rasul mulia dengan mengudara. Hingga semakin banyak yang bertakwa. Semoga Allah ta’ala melimpahkan beribu pahala, bagi siapa saja yang berjasa menyebarkan cahaya terang agama yang diridhoi-Nya. Hingga saat penantian tiba, berjumpa dengan Rabb dan kekasihnya Muhammad sang pembawa berita gembira.
***
Sekilas Info: Saat berkenalan dengan orang baru pun, sebagai bahan pembuka yang renyah saya selalu memperkenalkan diri dengan cara penyiar Radio Seulaweut membawakan taglinenya, disertai dengan menyebutkan nomor Hp saya. Alhasil rata-rata pada ketawa. Pembuka yang baik dan pada banyak yang berfikir bahwa saya adalah penyiar radio juga. Hehehe. “Belum, mungkin nanti suatu saat bisa jadi penyiar radio,” jawaban saya sekenanya saat ditanya tentang hal itu.
Maka, sekali lagi, tetap di Radio Seulaweut 91,0 Fm nyaman di hati membuka cakralwala...

Jumat, 30 Januari 2015

Lelaki Yang Membawa Tiket Ke Syurga



“This writing for you all who had  ‘meragui’ me”


 
Belive with bisharah. Someday will together until in jannah. Keep our self now.
Ya, Aku manusia Biasa
Kuakui masih punya rasa suka terhadap lawan jenis. Karena aku memang normal, tak seperti kebanyakan orang menuduhku dulu semasa SMA (mungkin hanya saja aku telat pubernya). Tapi sungguh, aku karakter yang berbeda. Tak mudah hatiku tertambat pada siapa saja. Tak cukup ia seorang pria tampan, berprestasi dan mapan. Jauh dari itu, sosok yang bisa mengistimewa di dalam hatiku ialah hanya bagi lelaki yang ‘membawa’ tiket  ke syurga. Dengan keshalihan, akhlak dan ilmunya, ia senantiasa akan senang hati mengingatkanku the way to heaven.  Tipe yang seperti ini tak banyak kudapatkan di lapangan bahkan jarang sekali. Kebanyakan adalah tipe lelaki penggalau.


Sebuah Bisharah cinta tentang ‘My Fatih’

Lagi-lagi kukatakan, aku memang berbeda dan sedikit istimewa. Tudepoin saja,ada satu nama yang slalu bergentayangan di hatiku, Muhammad al-Fatih 1453. Aku sudah begitu mencintainya. Mungkin jauh-jauh hari sebelum ustaz Felix Siaw masuk Islam dan menuliskan buku tentangnya. Sosoknya seperti terbangun dalam hayalan dan alam bawah sadarku. Kusebut ia bisharah cintaku. Aku percaya pada janji Allah, sebuah bisharah tentang “the best women for the best man”. Aku mengimpikan suatu saat akan menjadi permaisuri dari seorang Al-Fatih. Ya, Al-Fatih masa kini. Mulailah aku melakukan pemantasan-pemantasan diri.
Aku tau kisah Al-Fatih, ia seorang pemuda yang cerdas, kaya akan prestasi, percaya diri,  shalih, dan yang buat aku jatuh cinta ialah kefokusannya pada impian besarnya, menaklukkan Kontanstinopel dan Roma. Mungkin saat pemuda seusianya tersibukkan dengan urusan percintaan remaja yang indah sesaat, namun sakit slamanya, ia tak tergoda dengan nikmat duniawinya.
Sosok ‘my Fatih’ memang tak nyata, itupun hanya aku yang merasa. Sedikitnya pernah kucerita pada teman akrabku dulu, Maria. Mungkin aku akan dianggap menyerempet ke gila. Terserah apa kata mereka. Yang kurasa adalah... ketika hatiku hendak tertambat pada seorang pria, maka ia datang dalam bentuk bayangan, banyangan yang tak jelas rupa wajahnya. Seolah ia mengatakan, “Syu, aku akan sangat cemburu.” Atau, “Syu, aku lebih dari itu. Aku Tak sebanding dengannya. Jaga hatimu untukku Syu.”


Saat Peluang Kecurangan datang
“De’, kita makan yok?” Ajak seorang lelaki tampan, dengan pembawaannya yang tenang dan berwibawa. Ia lelaki baik,  bersama satu orang sahabatnya yang baru saja berkenalan denganku tanpa sengaja di arena pertandingan Mahasiswa se-Indonesia, di kampung Rumah Dunia seorang penulis best seller.  Belakangan aku tau bahwa ia “ustad” muda dikalangan salah satu organisasi besar pengkaderan da’i di kotanya. Mungkin banyak gadis yang mengidolakannya. Jika jujur, normalnya hatiku pun berdegup kencang, sambil memohon dikuatkan sama Allah. Ini salah satu ujian yang harus kulewati.
 “Maaf ya Kak, adat kami orang Aceh, wanita dilarang berpergian dengan pria di malam hari.” Kuatur kata-kata jangan sampai menyakiti hati orang lain, namun tetap bisa menjaga istiqomahku. Sengaja tak kutakan dalil agama, karena kuterka ia lebih menguasainya dariku. Lelaki ini, hanya aku dan Juw (adik juniorku di fakultas) yang kenal. Saat itu, ada keperluan mendesak dan harus meminta pertolongannya, ba’da magrib itu aku meminta Juw menemaniku berjumpa dengannya. Padahal saat itu aku bisa saja memilih mengiyakan saja ajakannya. Kan, bisa diajak Juw, jadinya kita bertiga. Pun, orang di Aceh takkan ada yang tahu hal ini. Ah, entahlah, aku tak yakin dengan hatiku, apalagi hatinya. Mungkin aku masih biasa saja tanpa ada rasa, tapi hatinya siapa yang tau?
Benar saja, saat ku sampaikan sebuah sms perpisahan. “Terima kasih atas kebaikan Kak J dan Kak Z telah membantu kami selama di sini. Semoga Allah membalas kebaikannya. Kami dalam perjalanan pulang ke Aceh. Sampaikan salam Fira kepada Prof E.” Kurang lebih seperti itu pesanku. Lalu  kumatikan Hp dengan perasaan ringan, tanda tak lama lagi kami akan naik pesawat pulang. Saat sampai di Banda, kuhidupkan lagi Hpku, banyak pesan berebut masuk duluan. Kubaca satu-persatu, hingga sampai pada pesannya si Kak J, “Ngak tenang tidur malam ini.” Mungkin redaksi bahasanya lain lagi, intinya ia ingin menyampaikan itu. Alamak, tak enak kali hatiku. Tak kuhiraukan pesan yang ini. Ternyata ada pesan berikutnya yang baru terkirim, “Sudah sampai di Aceh De’?” Tanyanya. “Alhamdulillah kami sudah sampai dengan selamat,” balasku sekenanya.
Malam itu setelah kutolak ajakannya, ia masih saja ingin menawarkan sesuatu, katanya “tanda perpisahan”. Setelah urusanku selesai, dengan gaya sok sibuk dan terburu-buru aku undur diri kembali ketempat penginapan kontingen Aceh di Hotel A, letaknya paling ujung di belakang hotel. Tak lama masuk sms darinya lagi. “Dek Fira suka Duren, gak?” Mau kubilang ngak suka, takut ngak enak pula. Walaupun sebenarnya memang ngak suka sama sekali. “Ngak usah repot-repot, Kak,” balasku benar-benar menjaga kata-kata. Selang beberapa menit ia  mengirim kembali sms,” Kedepan, ambil Duriannya nih.” Oalah, kucoba menolak, tapi masih saja ia ngotot, mungkin maksud dia ingin melakukan suatu kebaikan. Kuminta Dek Juw untuk kembali menemaniku. Masih dengan gaya sok buru-buru, dengan alasan yang kubuat-buat ‘takut ketauan dosen ketua kontingen’ langsung pergi setelah mengambil dua Duren yang bentuknya sangat menggoda untuk segera dilahap itu. “Kak Syu, Juw nak lah Durian nih, tapi sikit ja.” Banyak pun juga ngak papa, buat Dek Juw. 

            Singkat cerita, satu durian aku hadiahkan untuk LO perempuan kontingen kami. Alhamdulillah sampai sekarang ia masih ingat padaku, senangnya ia mau memberikan untuk ibunya. Yang satu lagi ukurannya cukup besar kuberikan kepada kawan-kawan kontingen, mereka bergadang dan makan bersama. Mungkin sampai sekarang ngak ada yang tau asal mula Durian itu, hanya Juw. Tak sedikitpun aku menyentuh Duriannya.
            Saat-saat seperti itu Al-Fatihku datang, dan bayangannya semakin kuat saja. Lalu berbisik padaku, “Syu, jangan lakukan itu, aku akan sangat cemburu. Jaga dirimu hingga hari perjumpaan kita.” Dengan mantap kujawap, “pasti!”  
*Bahkan kehadirannya terasa paling kuat saat aku berjuang meraih Medali Perak untuk membanggakan Aceh, saat-saat hampir terjatuh, menangis dan sedih. “Karena aku istimewa, maka kau juga harus memantaskan diri untuk berprestasi,” seolah jelassekali kata-kata itu. (Mungkin kedepan akan ada pembahasan khusus tentang ini).
Sepertinya Surat An-Nur: 26 memang telah benar-benar tertanam dalam hatiku: “best women for best men” Tak lepas dari peran ustad TPAku “RF”. Sedari SD sampai SMA, ia slalu saja bercerita tentang surat ini. Saking seringnya, sampai masuk ke alam bawah sadarku, bahkan mendarah daging hingga terbawa ke mimpi-mimpiku.
Ia slalu saja datang dan seolah-olah menjagaku. Ia adalah beribu alasan kenapa aku harus istiqomah. Aku menyebutnya tiket ke surga. Aku percaya sosoknya akan datang dalam alam nyata. Ia seorang istimewa yang sudah Allah gariskan bersama denganku, sebagai pembawa TIKET untukku ke syurga. Inilah setinggi-tinggi impianku. Ia adalah alasan aku menjaga tanganku untuk tidak bersalaman dengan lelaki ajnabi. Berat? Iya, untuk masa depan yang indah.

Tips Menjaga Hati ala Syu.
*Temukan kekurangannya
            Jika aku mulai mengagumi seseorang maka, aku akan mencari-cari kekurangannya, agar rasa itu menghilang. Sambil terus berdoa ditunjukkan jalan keluar sama Allah. Seringnya, dapat juga kekurangan orang tersebut, entah masih bersalaman dengan wanita, atau sekedar mengupdate status galau. Langsung deh, aku illfeel.
*Temukan kekurangan diriku
Nah, saat mulai mengagumi suatu sosok dan tidak menemukan kekurangannya, maka aku akan mencari kekurangan diriku. “Yah, Syu, kamu belum pantas untuknya. Pantaskan diri dulu.” Rasa itu wajar dan normal, tapi yang paling penting bagaimana mengelolanya secara positif. Akhirnya fokusku adalah memantaskan diri, bahkan sampai tidak teringat lagi sama sosok itu.
  
Yang Tak Istimewa
Karena itu, jangan ragukan hatiku... Hatiku takkan tertaut pada lelaki yang:
·        - Tak menjaga tangannya dari memegang perempuan yang bukan mahramnya.  Bahkan ia bersalaman saja aku tak rela. Apalagi duduk bergoncengan atau saling bersentuhan bahu saat berdiri. Hatiku terlalu cemburu untuk hal-hal itu.
·       -  Melarangku untuk istiqomah dan berkata, “kenapa harus dibuat ribet kali kog, soal salaman kan, bisa pakai sarung tangan.”
·        - Ia yang menghina jenggot dan celana cengkring tak Isbal ataupun sunnah-sunnah Rasul saw lainnya.
·         Dll, tak mukin kusebutkan semua, aku pun masih merasa banyak kekurangan disana-sini. Hanya selalu berusaha untuk selalu memperbaiki diri, always be better. 



“Tangan yang menyentuh wanita lain.” #Maaf, saya harus pakai poto ini untuk ilustasi.

 
#Tulisan ini aku dedikasikan buat orang-orang disekitarku. Yang makin hari kian bertambah yang meremehkan hatiku, entah difitnah dengan si ini, si itu (masih wajar saja sebenarnya, namanya juga wanita, "fitnah terbesar dalam Islam), bahkan buar yang selama ini merasa Ge-eR. Buat mereka yang ingin menjaga keistiqomahannya, buat saudara-saudara, teman, adek-adek binaanku di RIAB, Baitul Ar-qam, Arabuah (spesial for si Adek ‘ustazah’ di Indrapuri), bahkan anakku sendiri suatu hari nanti. Doakanku dalam penantian bisharah itu terjadi. Dan dunia akan menyaksikan sosok istimewa itu. Percaya dan menunggu janji Allah.